Tanah
air Indonesia. Memang jika di citrakan
dari atas, atau dari udara ada dua elemen yang menghiasi permukaann bumi.
Namun, saat ini kita tak sadar bahwa semua itu sudah terganggu, terutama
keseimbangan antara tanah dan air. Dua elemen ini sangat penting, dasar dari
semua kehidupan di bumi, mulai tumbuhan, hewan, bahkan mikroorganisme yang
berupa bakteri dan algae. Ketidak seimbangan itu karena sesuatu hal, dan
kebanyakan karena ulah manusia, karena eksploitasi yang berlebih, hingga
pencemaran oleh limbah suatu pabrik sehingga kualitas tanah dan air semakin
turun. Tanah dan air sangatlah berhubungan erat karena tanah adalah tempat
tumbuh kegidupan, dan air adalah sumber benda cair di alam yang sebagian besar
makhluk hidup membutuhkan air. Terutama air bersih dan sehat yang dibutuhkan
untuk aktivitas keseharian.
Ada
beberapa kategori tentang tingkatan air di Indonesia, yaitu air bersih, air
layak konsumsi, dan air kotor. Air bersih adalah air yang bebas kuman dan bebas
bahan kimia polutan, air layak konsumsi
biasanya melalui proses pengolahan dan memenuhi syarat kesehatan, Air kotor
adalah air yang tercemar polutan, mengandung logam berat dan tidak layak di
konsumsi oleh manusia. Jumlah air di dunia adalah 2:3 bumi, namun jumlah air
asin di dunia adalah 97% dan air tawar sebanyak 3% saja. 2 dari 3 air tawar di
bumi terjebak dalam es, sehingga manusia hanya memanfaatkan 1% air dari total
air yang ada di bumi.
World Resources Institute
menyatakan dunia akan krisis air pada tahun 2040 dan Indonesia berada pada
peringkat 51. Saat ini peringkat atas negara yang krisis air adalah bagian
timur tengah seperti Qatar, Bahrain, Kuwait dan sebagainya, namun bukan berarti
Indonesia tidak bisa berada pada posisi atas, jika pencemaran air dan
penganggulangan krisis air di Indonesia tidak segera di tanggapi. BNPB juga
menyatakan hal serupa, yang berhubungan dengan terbakarnya lahan gambut,
padahal lahan gambut menyerap banyak air dari permukaan tanah, namun disisi
lain jika lahan gambut kering akan mengeluarkan gas rumah kaca yang reaksinya
mudah terbakar. Faktor kebakaran hutan juga merupakan penyebab kekurangan air
bersih untuk kebutuhan sehari-hari, karena hutan menyerap air permukaan dengan
jumlah yang banyak. Menurut kompasiana, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan
dalam mengurangi kebakaran hutan, namun tidak cukup untuk mengurangi kebakaran
hutan, langkah langkah penyimpanan air hujan dengan skala besar serta perbaikan
lingkungan dan mengembalikan kelestarian lingkungan menjadi hal yang krusial
dalam penyediaan air bersih di Indonesia. LIPI (Lebaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) mencatat tahun 2012 Indonesia menjadi yang terburuk dalam pelayanan
akses air bersih dan layak konsumsi se-Asia Tenggara.
Tema yang diangkat dalam essay ini
untuk memberikan perubahan cara berfikir manusia bahwa Indonesia dalam jangka
dekat akan terjadi krisis air. Krisis air dapat di tanggulangi oleh teknologi
yang seharusnya ada dan sudah berlangsung cukup lama, namun tidak adanya
tanggapan dari pemerintah dan kurang sadarnya masyarakat dalam eksploitasi air
tanah yang berlebih menggunakan sumur bor, sebab sumber air di dalam tanah
semakin dalam. Beberapa data menyebutkan bahwa di Jakarta air tanah tidak lurus
atau seimbang dengan permukaan air laut, namun berada jauh lebih dalam di bawah
tanah. Fakta yang mengejutkan itu menimbulkan rasa ingin merubah kebiasaan
manusia yang negatif dan menanggulangi krisis air. Bisa jadi nantinya harga 1
liter air bersih, lebih mahal dibandingkan dengan harga minyak bumi.
Lingkungan
yang baik, akan memberi dampak yang baik bagi kehidupan. Lingkungan yang baik
adalah lingkungan yang seimbang, lingkungan yang dapat menjamin kehidupan
makhluk hidup di sekitarnya. Menurut ilmu, lingkungan yang mempunyai vegetasi
yang banyak, akan menjadikan lingkungan tersebut stabil dalam gangguan luar. Keragaman
suatu vegetasi akan berbanding lurus dengan kualitas dan banyaknya air, di
sampng itu kualitas tanah untuk menyerap air juga semakin baik. Menurut Wikantida
dalam jurnal “Vegetasion on Soil Water
Retention and storage” mengatakan bahwa vegetasi merupakan elemen penyangga
kekeringan dan erosi tanah oleh air.
Kawasan hutan hujan tropis Indonesia terjadi
hujan secara berkepanjangan, namun tidak ada bahaya banjir yang mengancam,
karena terserapnya air secara banyak pada permukaan tanah tersebut, sehingga
air yang terlipas pada permukaan akan sedikit. Berbanding terbalik dengan
daerah perkotaan yang kebanyakan dipadati oleh bangunan perumahan dan pabrik.
Pada daerah perkotaan air yang jatuh di permukaan bumi tidak di serap oleh
tanah, bahkan cuma beberapa persen saja air hujan yang terserap oleh tanah, di
dalam pekarangan rumah yang permukaan tanahnya belum di cor atau tertutupi oleh
bahan kedap air. Di perkotaan air yang terlimpas akan lebih banyak, karena air
hujan banyak yang tidak terserap oleh tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya
sungai yang meluap karena banyaknya air yang di tampung oleh sungai, lalu
terjadi banjir di suatu daerah perkotaan atau padat penduduk seperti Jakarta.
Di
daerah kekurangan air, terdapat masalah yang serupa. Pada daerah krisis air
tanaman yang tersedia di daerah tersebut tidaklah banyak, bahkan hampir tidak
ada, tinggal semak-semak kering sisa hujan beberapa bulan lalu. Hal ini karena
dampak dari pengelolaan yang tidak baik. Teknik penyimpanan air yang sudah di
terapkan sebagian besar penduduk yang krisis air, yaitu menyimpan air hujan
pada musim penghujan dan menggunakannya saat musim kemarau, tidak di terapkan
secara makro pada suatu daerah untuk menyuburkan tanahnya kembali seperti
semula. Jika tidak mengalirkan air secara berkelanjutan pada musim kering,
tanah akan tergerus saat musim hujan dan akibatnya tanah akan keras karena
hilangnya unsur mineral dan hara karena lapisan atas atau top soil tanah yang
mempunyai bahan organik tinggi akan tererosi. Tanah yang keras sulit menyerap
air, karena diselimuti lapisan kedap air yang sangat keras. Menurut ilmu,
lapisan tersebut dinamai lapisan padas. Erosi terjadi karena hantaman air hujan yang
mengenai langsung oleh tanah, sehingga lapisan tanah atas yang mengandung
banyak bahan organik terhantam lepas dan terbawa oleh aliran permukaan. Hal ini seperti yang disebutkan Sancayaningsih
dan Alanindra pada jurnal Analisis Struktur “Vegetasi Pohon di Mata Air yang
berpotensi untuk Konservasi mata air” bahwa vegetasi dapat menahan limpasan
permukaan dan memperbesar infiltrasi (penyerapan air oleh tanah). Sehingga
tanah tetap terjaga kesuburannya.
Menurut Kasdi Subagyono dan tim, dalam
buku “Teknik Konservasi tanah secara vegetatif”
menyebutkan bahwa ada beberapa cara untuk melakukan konservasi tanah dan
air, yaitu dengan penghutanan kembali, watani, penanaman strip rumput, penggunaan
tanaman penutup tanah, dan sebagainya. Jika dalam perkotaan tidak perlu
memaksakan bahwa semua harus bervegetasi, namun ketika ada suatu lahan atau
tanaman dan belum di cor oleh lapisan kedap air, maka hal penambahan vegetasi
harus dilakukan, karena sangat membantu dalam proses penyerapan air hujan oleh
tanah, dan membantu menyimpan air dalam tanah. Pada daerah di luar perkotaan
seperti daerah krisis air, teknik konservasi menjadi andalan untuk mengemalikan
fungsi lingkungan seperti dahulu, dengan langkah seperti itu akan menanggulangi
krisis air di suatu daerah.
Teknik
konservasi tanah dan air di suatu daerah untuk menanggulangi krisis air dan
kurangnya air dalam tanah di suatu daerah dengan daerah yang lain
penanggulannya berbeda. Teknik konservasi air di perkotaan tidak memungkinkan
untuk di terapkan di pedesaan begitu pula sebaliknya. Pada daerah pedesaan atau
daerah yang belum banyak penghuninya, pengembalian vegetasi yang telah hilang
bisa menjadi salah satu alternatif dalam penanggulangan krisis air. Penanaman
kembali lahan yang gundul serta mengembalikan kandungan bahan organik tanah
menjadi salah satu ide yang baik. Namun disisi lain, tanaman yang masih muda
perlu perawatan khusus dalam pertumbuhannya sebelum tumbuh dan beradaptasi
dengan alam di sekitarnya. Tanaman sangat membutuhkan air dan sumber hara yang
cukup dalam masa pertumbuhannya, hal ini bisa dilakukan dengan cara menyimpan
air hujan dan pemupukan di awal. Penyimpanan air hujan yang sudah menjadi
rutinitas warga daerah krisis air dapat diadopsi untuk pengelolaan lingkungan,
namun penyimpanan air tersebut dengan skala yang besar seperti pembuatan waduk
yang menyimpan air saat musim hujan dan mengalirkan air saat musim kemarau
untuk pertumbuhan tanaman. Pengairan dilakukan dengan berkala dan stabil untuk
mengurangi kegagalan tanaman dalam masa pertumbuhan. Pemupukan berbeda caranya,
pemupukan dengan mencampur pupuk siap diserap oleh tanaman dan pupuk yang lama
diserap tanaman dan membutuhkan proses menjadi salah satu pilihan dalam proses
pemupukan, dengan cara seperti itu kita tidak perlu memupuk secara berkala,
karena pupuk akan menyesuaikan sendiri kapan nutrisinya akan siap diserap oleh
tanman yang dibudidayakan. Untuk tanaman cover crop, atau sejenis
rumput-rumputan akan tumbuh sendiri sesuai dengan lingkungan di sekitar. Jika
langkah-langkah tersebut dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, bukan tidak
mungkin, dalam waktu 5 tahun krisis air dapat di tanggulangi. Serta dapat di
bantu dengan pembuatan biopori untuk membantu proses penyerapan air oleh tanah.
Pada
daerah perkotaan, memang teknologi konservasi air sekarang adalah sumur
resapan, di samping itu biopori juga menjadi pilihan dalam konservasi air di
halaman perkarangan rumah. Biopori adalah lubang silindris sedalam 1-2 meter
dan berdiameter sekitar 10-15 cm yang berguna untuk mengatasi genangan air, dan
meningkatkan serapan air dalam tanah. Berbeda dengan biopori, sumur resapan
adalah teknik konservasi air dengan bentuk seperti sumur di gali dengan
kedalaman tertentu, biasanya 3-4meter, namun bisa lebih dalam lagi tergantung
kebutuhan. Menurut Drs. Robertus dalam Jurnal “Teknologi Konservasi Air Tanah
Dengan Sumur Resapan” menyatakan bahwa sumur resapan dapat menambah jumlah air
yang masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori tanah yang akan mencegah
terjadinya penurunan tanah. Provisi DKI Jakarta pada tahun 2015 sudah
menerapkan sistem sumur resapan, dimana setiap gedung harus mempunyai sumur
resapan, dan hasilnya banjir jakarta di beberapa daerah sudah teratasi dengan
adanya sumur resapan ini.
Air
tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Kondisi air
tanah dan air bersih di negeri kita sudah menurun seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan pencemaran lingkungan yang tak ada hentinya. Masyarakat dan
pemerintah harus bersatu dalam mengatasi hal berbahaya yang sudah di depan
mata, WRI sudah mengatakan bahwa akan ada krisis air besar-besaran pada tahun
2040, bukan tidak mungkin Indonesia akan dijajah lagi, penjajahan dengan
menukar negara dengan air. Minyak bumi akan turun dan harga air mineral akan
naik. 23 tahun lagi bukan waktu yang sedikit untuk konservasi air dan tanah,
karena kita menghancurkan sumber air dan kesuburan tanah dalam jangka waktu
yang lama pula. Air yang jatuh dari hujan langsung dialirkan menuju ke laut,
dan mengurangi ketersediaan air dalam tanah. Pemerintah yang mempunyai kuasa,
harus menggerakan masyarakat yang buta aksara. Pemerintah harusnya lebih tahu keadaan
ini karena informasi pemerintah tiada batas. Jika konservasi air ini
dijalankan, tidak ada ruginya. Namun jika hanya teknologi yang di galakan,
pasti ada ruginya. Masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang terpenuhinya 3
kebutuhan pokok, yaitu sandang (pakaian), pangan (makanan+minuman), papan
(tempat tinggal). Dari ketiga itu yang terpenting adalah makan dan minum, dari
makan dan minum yang terpenting adalah minum. Pada halaman web detik.com 30
November 2009 dengan judul “Berapa Lama Tubuh Manusia Bisa Menahan Lapar dan
Haus”, menyebutkan bahwa manusia dapat hidup tanpa air sekitar 3-5 hari, dan manusia
dapat hidup tanpa makan selama 8 minggu, dengan catatan manusia tetap minum
air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar