Jumat, 15 September 2017

Indonesia Mati Total dalam Waktu 3 - 5 Hari


Oleh : Aji Baghaskara
Tanah air Indonesia. Memang  jika di citrakan dari atas, atau dari udara ada dua elemen yang menghiasi permukaann bumi. Namun, saat ini kita tak sadar bahwa semua itu sudah terganggu, terutama keseimbangan antara tanah dan air. Dua elemen ini sangat penting, dasar dari semua kehidupan di bumi, mulai tumbuhan, hewan, bahkan mikroorganisme yang berupa bakteri dan algae. Ketidak seimbangan itu karena sesuatu hal, dan kebanyakan karena ulah manusia, karena eksploitasi yang berlebih, hingga pencemaran oleh limbah suatu pabrik sehingga kualitas tanah dan air semakin turun. Tanah dan air sangatlah berhubungan erat karena tanah adalah tempat tumbuh kegidupan, dan air adalah sumber benda cair di alam yang sebagian besar makhluk hidup membutuhkan air. Terutama air bersih dan sehat yang dibutuhkan untuk aktivitas keseharian.
Ada beberapa kategori tentang tingkatan air di Indonesia, yaitu air bersih, air layak konsumsi, dan air kotor. Air bersih adalah air yang bebas kuman dan bebas bahan kimia polutan,  air layak konsumsi biasanya melalui proses pengolahan dan memenuhi syarat kesehatan, Air kotor adalah air yang tercemar polutan, mengandung logam berat dan tidak layak di konsumsi oleh manusia. Jumlah air di dunia adalah 2:3 bumi, namun jumlah air asin di dunia adalah 97% dan air tawar sebanyak 3% saja. 2 dari 3 air tawar di bumi terjebak dalam es, sehingga manusia hanya memanfaatkan 1% air dari total air yang ada di bumi. 
World Resources Institute menyatakan dunia akan krisis air pada tahun 2040 dan Indonesia berada pada peringkat 51. Saat ini peringkat atas negara yang krisis air adalah bagian timur tengah seperti Qatar, Bahrain, Kuwait dan sebagainya, namun bukan berarti Indonesia tidak bisa berada pada posisi atas, jika pencemaran air dan penganggulangan krisis air di Indonesia tidak segera di tanggapi. BNPB juga menyatakan hal serupa, yang berhubungan dengan terbakarnya lahan gambut, padahal lahan gambut menyerap banyak air dari permukaan tanah, namun disisi lain jika lahan gambut kering akan mengeluarkan gas rumah kaca yang reaksinya mudah terbakar. Faktor kebakaran hutan juga merupakan penyebab kekurangan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, karena hutan menyerap air permukaan dengan jumlah yang banyak. Menurut kompasiana, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dalam mengurangi kebakaran hutan, namun tidak cukup untuk mengurangi kebakaran hutan, langkah langkah penyimpanan air hujan dengan skala besar serta perbaikan lingkungan dan mengembalikan kelestarian lingkungan menjadi hal yang krusial dalam penyediaan air bersih di Indonesia. LIPI (Lebaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) mencatat tahun 2012 Indonesia menjadi yang terburuk dalam pelayanan akses air bersih dan layak konsumsi se-Asia Tenggara.
            Tema yang diangkat dalam essay ini untuk memberikan perubahan cara berfikir manusia bahwa Indonesia dalam jangka dekat akan terjadi krisis air. Krisis air dapat di tanggulangi oleh teknologi yang seharusnya ada dan sudah berlangsung cukup lama, namun tidak adanya tanggapan dari pemerintah dan kurang sadarnya masyarakat dalam eksploitasi air tanah yang berlebih menggunakan sumur bor, sebab sumber air di dalam tanah semakin dalam. Beberapa data menyebutkan bahwa di Jakarta air tanah tidak lurus atau seimbang dengan permukaan air laut, namun berada jauh lebih dalam di bawah tanah. Fakta yang mengejutkan itu menimbulkan rasa ingin merubah kebiasaan manusia yang negatif dan menanggulangi krisis air. Bisa jadi nantinya harga 1 liter air bersih, lebih mahal dibandingkan dengan harga minyak bumi.
Lingkungan yang baik, akan memberi dampak yang baik bagi kehidupan. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang seimbang, lingkungan yang dapat menjamin kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Menurut ilmu, lingkungan yang mempunyai vegetasi yang banyak, akan menjadikan lingkungan tersebut stabil dalam gangguan luar. Keragaman suatu vegetasi akan berbanding lurus dengan kualitas dan banyaknya air, di sampng itu kualitas tanah untuk menyerap air juga semakin baik. Menurut Wikantida dalam jurnal “Vegetasion on Soil Water Retention and storage” mengatakan bahwa vegetasi merupakan elemen penyangga kekeringan dan erosi tanah oleh air.
 Kawasan hutan hujan tropis Indonesia terjadi hujan secara berkepanjangan, namun tidak ada bahaya banjir yang mengancam, karena terserapnya air secara banyak pada permukaan tanah tersebut, sehingga air yang terlipas pada permukaan akan sedikit. Berbanding terbalik dengan daerah perkotaan yang kebanyakan dipadati oleh bangunan perumahan dan pabrik. Pada daerah perkotaan air yang jatuh di permukaan bumi tidak di serap oleh tanah, bahkan cuma beberapa persen saja air hujan yang terserap oleh tanah, di dalam pekarangan rumah yang permukaan tanahnya belum di cor atau tertutupi oleh bahan kedap air. Di perkotaan air yang terlimpas akan lebih banyak, karena air hujan banyak yang tidak terserap oleh tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya sungai yang meluap karena banyaknya air yang di tampung oleh sungai, lalu terjadi banjir di suatu daerah perkotaan atau padat penduduk seperti Jakarta.
Di daerah kekurangan air, terdapat masalah yang serupa. Pada daerah krisis air tanaman yang tersedia di daerah tersebut tidaklah banyak, bahkan hampir tidak ada, tinggal semak-semak kering sisa hujan beberapa bulan lalu. Hal ini karena dampak dari pengelolaan yang tidak baik. Teknik penyimpanan air yang sudah di terapkan sebagian besar penduduk yang krisis air, yaitu menyimpan air hujan pada musim penghujan dan menggunakannya saat musim kemarau, tidak di terapkan secara makro pada suatu daerah untuk menyuburkan tanahnya kembali seperti semula. Jika tidak mengalirkan air secara berkelanjutan pada musim kering, tanah akan tergerus saat musim hujan dan akibatnya tanah akan keras karena hilangnya unsur mineral dan hara karena lapisan atas atau top soil tanah yang mempunyai bahan organik tinggi akan tererosi. Tanah yang keras sulit menyerap air, karena diselimuti lapisan kedap air yang sangat keras. Menurut ilmu, lapisan tersebut dinamai lapisan padas. Erosi  terjadi karena hantaman air hujan yang mengenai langsung oleh tanah, sehingga lapisan tanah atas yang mengandung banyak bahan organik terhantam lepas dan terbawa oleh aliran permukaan.  Hal ini seperti yang disebutkan Sancayaningsih dan Alanindra pada jurnal Analisis Struktur “Vegetasi Pohon di Mata Air yang berpotensi untuk Konservasi mata air” bahwa vegetasi dapat menahan limpasan permukaan dan memperbesar infiltrasi (penyerapan air oleh tanah). Sehingga tanah tetap terjaga kesuburannya.
Menurut Kasdi Subagyono dan tim, dalam buku “Teknik Konservasi tanah secara vegetatif”  menyebutkan bahwa ada beberapa cara untuk melakukan konservasi tanah dan air, yaitu dengan penghutanan kembali, watani, penanaman strip rumput, penggunaan tanaman penutup tanah, dan sebagainya. Jika dalam perkotaan tidak perlu memaksakan bahwa semua harus bervegetasi, namun ketika ada suatu lahan atau tanaman dan belum di cor oleh lapisan kedap air, maka hal penambahan vegetasi harus dilakukan, karena sangat membantu dalam proses penyerapan air hujan oleh tanah, dan membantu menyimpan air dalam tanah. Pada daerah di luar perkotaan seperti daerah krisis air, teknik konservasi menjadi andalan untuk mengemalikan fungsi lingkungan seperti dahulu, dengan langkah seperti itu akan menanggulangi krisis air di suatu daerah.
            Teknik konservasi tanah dan air di suatu daerah untuk menanggulangi krisis air dan kurangnya air dalam tanah di suatu daerah dengan daerah yang lain penanggulannya berbeda. Teknik konservasi air di perkotaan tidak memungkinkan untuk di terapkan di pedesaan begitu pula sebaliknya. Pada daerah pedesaan atau daerah yang belum banyak penghuninya, pengembalian vegetasi yang telah hilang bisa menjadi salah satu alternatif dalam penanggulangan krisis air. Penanaman kembali lahan yang gundul serta mengembalikan kandungan bahan organik tanah menjadi salah satu ide yang baik. Namun disisi lain, tanaman yang masih muda perlu perawatan khusus dalam pertumbuhannya sebelum tumbuh dan beradaptasi dengan alam di sekitarnya. Tanaman sangat membutuhkan air dan sumber hara yang cukup dalam masa pertumbuhannya, hal ini bisa dilakukan dengan cara menyimpan air hujan dan pemupukan di awal. Penyimpanan air hujan yang sudah menjadi rutinitas warga daerah krisis air dapat diadopsi untuk pengelolaan lingkungan, namun penyimpanan air tersebut dengan skala yang besar seperti pembuatan waduk yang menyimpan air saat musim hujan dan mengalirkan air saat musim kemarau untuk pertumbuhan tanaman. Pengairan dilakukan dengan berkala dan stabil untuk mengurangi kegagalan tanaman dalam masa pertumbuhan. Pemupukan berbeda caranya, pemupukan dengan mencampur pupuk siap diserap oleh tanaman dan pupuk yang lama diserap tanaman dan membutuhkan proses menjadi salah satu pilihan dalam proses pemupukan, dengan cara seperti itu kita tidak perlu memupuk secara berkala, karena pupuk akan menyesuaikan sendiri kapan nutrisinya akan siap diserap oleh tanman yang dibudidayakan. Untuk tanaman cover crop, atau sejenis rumput-rumputan akan tumbuh sendiri sesuai dengan lingkungan di sekitar. Jika langkah-langkah tersebut dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, bukan tidak mungkin, dalam waktu 5 tahun krisis air dapat di tanggulangi. Serta dapat di bantu dengan pembuatan biopori untuk membantu proses penyerapan air oleh tanah.
            Pada daerah perkotaan, memang teknologi konservasi air sekarang adalah sumur resapan, di samping itu biopori juga menjadi pilihan dalam konservasi air di halaman perkarangan rumah. Biopori adalah lubang silindris sedalam 1-2 meter dan berdiameter sekitar 10-15 cm yang berguna untuk mengatasi genangan air, dan meningkatkan serapan air dalam tanah. Berbeda dengan biopori, sumur resapan adalah teknik konservasi air dengan bentuk seperti sumur di gali dengan kedalaman tertentu, biasanya 3-4meter, namun bisa lebih dalam lagi tergantung kebutuhan. Menurut Drs. Robertus dalam Jurnal “Teknologi Konservasi Air Tanah Dengan Sumur Resapan” menyatakan bahwa sumur resapan dapat menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori tanah yang akan mencegah terjadinya penurunan tanah. Provisi DKI Jakarta pada tahun 2015 sudah menerapkan sistem sumur resapan, dimana setiap gedung harus mempunyai sumur resapan, dan hasilnya banjir jakarta di beberapa daerah sudah teratasi dengan adanya sumur resapan ini.
            Air tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Kondisi air tanah dan air bersih di negeri kita sudah menurun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pencemaran lingkungan yang tak ada hentinya. Masyarakat dan pemerintah harus bersatu dalam mengatasi hal berbahaya yang sudah di depan mata, WRI sudah mengatakan bahwa akan ada krisis air besar-besaran pada tahun 2040, bukan tidak mungkin Indonesia akan dijajah lagi, penjajahan dengan menukar negara dengan air. Minyak bumi akan turun dan harga air mineral akan naik. 23 tahun lagi bukan waktu yang sedikit untuk konservasi air dan tanah, karena kita menghancurkan sumber air dan kesuburan tanah dalam jangka waktu yang lama pula. Air yang jatuh dari hujan langsung dialirkan menuju ke laut, dan mengurangi ketersediaan air dalam tanah. Pemerintah yang mempunyai kuasa, harus menggerakan masyarakat yang buta aksara. Pemerintah harusnya lebih tahu keadaan ini karena informasi pemerintah tiada batas. Jika konservasi air ini dijalankan, tidak ada ruginya. Namun jika hanya teknologi yang di galakan, pasti ada ruginya. Masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang terpenuhinya 3 kebutuhan pokok, yaitu sandang (pakaian), pangan (makanan+minuman), papan (tempat tinggal). Dari ketiga itu yang terpenting adalah makan dan minum, dari makan dan minum yang terpenting adalah minum. Pada halaman web detik.com 30 November 2009 dengan judul “Berapa Lama Tubuh Manusia Bisa Menahan Lapar dan Haus”, menyebutkan bahwa manusia dapat hidup tanpa air sekitar 3-5 hari, dan manusia dapat hidup tanpa makan selama 8 minggu, dengan catatan manusia tetap minum air.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar