Senin, 04 Desember 2017

PERUBAHAN IKLIM DUNIA KARENA TANAH!!

1970-an berita tentang perubahan iklim diangkat ke permukaan, karena manusia sadar ada yang berubah dengan keadaan iklim kita. 150.000 kematian dan sekitar 5 juta kecacatan pertahun karena meningkatnya jumlah penyakit akibat perubahan iklim di berbagai lokasi, yang mendukung berkembangnya bibit penyakit. Tingginya radiasi ultraviolet juga diperkirakan dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap mikroba dan patogen sehingga manusia dapat terkena penyakit infeksi. Kepadatan, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya penyakit infeksi baru (menurut Joe 2010).

            Ozon, sering disebut di media nasional dan internasional karena keberadaanya mampu meyerap porsi sinar ultraviolet supaya tidak berlebihan di permukaan bumi. Terlalu banyak porsi sinar UV sering kali dihubungkan dengan penyakit-penyakit yang berbahaya, tidak hanya kanker kulit saja. Menipisnya lapisan ozon juga akan berdampak pada perubahan iklim yang terjadi di bumi. Sinar matahari yang terpancar ke bumi tidak terfilter, sehingga membuat sinar matahari terasa sangat terik, suhu di permukaan bumi semakin tinggi hingga es di kutub mencair yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut terutama diaerah tropis. Hal tersebut yang menyebabkan perubahan iklim di dunia. Lalu apa yang membuat ozon semakin menipis, sehingga menyebabkan pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim?
            Banyak hal yang menyebabkan ozon tersebut menipis, dan hampir semua faktor akibat dari perbuatan manusia diantaranya, terlalu banyak kendaraan karena menimbulkan asap yang dapat merusak ozon, penggudulan hutan, asap pabrik industri, penggunaan AC hingga penggunaan pestisida yang berlebihan menjadi faktor penyebab penipisan ozon. Kegiatan pertanian menjadi perdebatan dan sering di salahkan karena rusaknya lapisan ozon, namun di sisi lain manusia harus mencukupi kebutuhan sehari-hari dari kegiatan pertanian tersebut. Kegiatan pertanian yang salah kaprah dalam pengelolaannya akan berakibat buruk bagi lingkungan. Keluarnya gas-gas berbahaya dari aktivitas pertanian akan menyumbang efek negatif bagi lingkungan dan penyumbang efek pemanasan global. Lalu, gas seperti apa yang dapat merusak ozon?
            Dalam sektor pertanian, ada beberapa gas yang disoroti dapat mengakibatkan perusakan lapisan ozon. Diantaranya adalah gas CO2 yang terjadi akibat aktivitas pembakaran sisa atau limbah pertanian itu sendiri. Namun ada gas lain yang lebih berbahaya yaitu gas metana (CH4) yang merupakan salah satu gas rumah kaca dengan indeks potensi pemanasan global 21 kali molekul karbon dioksida. Lahan sawah di Indonesia sekitar 8,08 juta ha, diduga memberi kontribusi 1% dari total global gas metana. Emisi metana dari lahan sawah ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tipe tanah, pengelolaan, irigasi, pemupukan dan musim tanam. Penggunaan pupuk yang belum matang menjadikan faktor terbentuknya gas metana. Selain itu, prioritas upaya mitigasi perlu diarahkan pada ekosistem sawah yang memiliki potensi emisi metana tinggi, yaitu pada lahan sawah beririgasi. Strategi penurunan emisi metana lahan sawah dilakukan dengan mengombinasi komponen teknologi rendah emisi dalam budidaya tanaman padi tanpa menurunkan hasil gabah. Lalu, apakah ada yang lebih bahaya dari gas CH(metana)?
            Gas yang lebih berbahaya dari gas metana adalah nitro-oksida atau N2O, yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang dihasilkan oleh jasad renik di lahan sawah, yang terdiri atas persenyawaan hara nitrogen dan oksigen menurut A. Wihardjaka. Peningkatan aktivitas manusia dalam penglolaan lahan persawahan bisa meningkatkan kandungan nitrogen tersedia dalam tanah melalui pemupukan Nitrogen dan pemberian pupuk organik. Meskipun emisi gas N2O jauh lebih rendah dari gas CO2, namun gas N2O dapat menyerap panas 300 kali lebih kuat dibanding gas CO2 di atmosfir, selain itu gas nitro-oksida di atmosfir bisa tinggal lebih lama daripada gas CO2 maupun CH4. Lalu bagaimana supaya dapat mengurangi dampak perubahan iklim?
            Seperti yang kita tahu, keluarnya gas-gas tersebut karena akibat input dan pengelolaan tanah yang berdampak buruk bagi lingkungan. Tanah menjadi kambing hitam karena tanah yang tidak dapat ditanami sesuai kebutuhan di cap sebagai tanah yang tidak subur. Tidak salah ketika manusia ingin bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari pangan hingga kebutuhan non pangan. Namun, pengelolaan yang salah, input yang berlebih, menyebabkan tanah tersebut tidak sehat dan tidak aman. Tercemarnya tanah dan air merupakan akibat dari pengelolaan yang salah sehingga tidak aman untuk lingkungan.
            Tanah yang sehat adalah tanah yang mengoptimalisasi sifat dan fungsi tanah itu sendiri, dimana fungsi tanah akan terkait dan memberi dampak yang baik bagi lingkungan yaitu keseimbangan. Lalu, tanah yang aman, ketika keamanan air, lingkungan dan tanah itu sendiri terjaga dengan baik, dimana standart ini paling tinggi yang digunakan oleh ilmu tanah. Kita dapat mengetahui, ketika tanah tersebut baik, subur, sehat dan aman. Sehingga, tanah tersebut menjaga iklim kita, karena keamanan tanah dapat mengontrol perubahan iklim. Perubahan iklim, sebagian besar akibat dari ulah manusia, karena manusia merubah fungsi tanah hanya untuk meningkatkan hasil produksi, namun tidak memperdulikan lingkungan, dan pengolahan yang salah mengakibatkan keluarnya gas-gas yang dapat merusak ozon yang berdampak pada pemanasan global (perubahan iklim).
            Ozon terbentuk karena reaksi O2 dengan UV, sehingga membentu O3 atau biasa kita sebut dengan ozon. Ozon berwarna biru dan beracun jika dihirup oleh manusia. Tanah yang aman tidak menjamin untuk merubah atau memulihkan ozon dengan cepat atau beberapa tahun saja. Namun tanah yang aman menjamin untuk menghambat perubahan iklim. Karena tanah yang sehat dapat mengendalikan dalam mengeluarkan gas-gas beracun perusak ozon, dan lebih banyak memproduksi O2 (bahan pembentuk ozon) sehingga kemanan tanah juga mempengaruhi perubahan iklim yang ada.





            Manusia harus sadar dalam pengelolaan tanah untuk mencukupi kebutuhan hidup. Disisi lain juga harus memperhatikan lingkungan sekitar, jika ada yang berubah dalam lingkungan tersebut, dari miskinnya biota tanah, air sudah mulai mengering dan bau, tanah sangat keras karena pengolahan yang berlebih. Maka, tanah tersebut sudah tidak aman lagi untuk lingkungan. Pengelolaan yang baik akan mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, namun sebaliknya pengelolaan yang buruk akan memperpendek usia lahan menjadi tidak produktif. Karena tanah itu hidup, dapat merubah iklim. Ketika diperlakukan buruk, maka akan berdampak buruk. Ketika diperlakukan baik, maka akan berdampak baik pula. Jaga tanah kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar