Krisis pangan
dan krisis moral menjadi perbincangan hangat pada masa kini, di diskusikan di
angkringan-angkringan oleh para pemikir bangsa di kelas bawah hingga kelas atas.
Mungkin sebuah lelucon jika sebuah sistem dibangun salah, tapi jika kita menyalahkan
sebuah sistem tidak akan berkembang dan maju kedepan. Krisis pangan itu entah
disebabkan oleh siapa, mungkin dajjal yang menguji untuk bergabung dalam sebuah
kemewahan. Ketika sekarang ini teknologi berkembang begitu pesat dan pertanian
mulai diacuhkan.
Pemuda desa
meninggalkan ladang garapan peninggalan nenek moyang dan bekerja di ladang
beton kota metropolitan. Mereka tergiur oleh gaji yang sangat besar, namun
menurut kajian, upah mereka malah minus. Lebih besar pasak daripada tiang,
itulah ungakapan yang tepat. Gaji UMR yang tidak selaras dengan tingginya
kebutuhan di kota metropolitan. Mahasiswa turun ke jalan meneriakkan untuk
turunnya pemimpin yang sedang berada dalam jabatan, namun mereka sendiri tidak
turun langsung untuk rakyat. Birokrasi kampus seakan membatasi mahasiswa untuk
berekspresi, LKTI yang hanya tulisan tidak di terapkan di masyarakat seperti
membuang-buang waktu saja. Eksekutif mahasiswa tidak menyelenggarakan sebuah
event yang membangun keintelektualan, pemecahan rekor muri tanpa arti, bahkan
rela menyiksa mahasiswa baru untuk meningkatkan eksistensi dan hasrat untuk
membesarkan nama eksekutif mahasiswa.
Para sarjana
pertanian, Master Pertanian, hingga profesor pertanian lupa kembali ke ladangnya
untuk mengabdi untuk bangsa dan negaranya. Memilih duduk dan bersembunyi di
meja kekuasaannya. Pura-pura tidak tahu tentang harga pangan yang semakin
melonjak, krisis air dimana-mana, dan kembali lagi ia menyalahkan pemerintah.
Solusi yang harus diambil pemerintah, harus mereka teriakkan tepat di telinga
sang penguasa. Kita tidak lagi melihat petani membawa pulang ikan dari hasil
tangkapan di sawah maupun sungai.
Ini karena
orang pertanian menutup mata tentang pembangunan ribuan pabrik tekstil itu,
yang mencemari tanah persawahan dengan logam berat hingga kehidupan dibawahnya
mati total. Pangan mengandung logam berat, beras mengandung logam berat,
semangka mengandung logam berat, pestisida dimana-mana. Air bau tidak enak,
apakah ini benar tanda krisis pangan akan terjadi 2050? Ketika bangsa-bangsa
maju dan berkembang kesulitan mengendalikan laju konsumsi rakyatnya. Impor
besar-besaran?
Kemana lagi
kita mencari orang pertanian? Apakah sawah sudah tidak trend lagi? Jancok,
kemana pemuda kita yang dilahirkan dari darah ibu pertiwi? Ini tidak lagi
pembahasan tentang ekstrim narasi, ini tidak lagi pembahasan tentang golongan
muslim yang bertengkar soal imam, ini tidak lagi tentang golongan yang
memfitnah penguasa. Ini tentang pertanian, yang mencakup hasil bumi apapun di
dalamnya. Krisis air, ngeri ketika air yang dinikmati rakyat sudah diperjual
belikan oleh orang asing. Kemana pemuda kita? Yang meneriakkan tentang rakyat?
Aku ingin memulai di hari ini, tanpa penjajah, tanpa antek-antek yahudi dan
china. Kemana petani muda kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar